Ini aku jawab yang luar negeri aja, soalnya kalau yang dalam negeri kurang mengikuti.
Alasan mereka tidak terbit mayor sebenarnya macam - macam.
Pertama, dengan self-published mereka bisa bebas menentukan deadline kapan terbit, isi bukunya, desain kaver, harga buku dan lain - lain.
Kedua, ada beberapa pengarang yang awalnya buku mereka diterbitkan penerbit mayor, namun karena trend publishing itu kan cepet banget gantinya, mereka mungkin tidak bisa adaptasi atau penjualan tidak bagus akhirnya kontrak mereka diputus. Akhirnya mereka memutuskan untuk self-publishing karya lanjutannya. Biasanya ini yang serial - serial.
Ketiga, ikutan trend yang ada. Bahkan ada penulis yang terbit mayor, tapi ada beberapa judulnya yang diterbitkan secara mandiri. Mereka ini yang disebut pengarang hybrid. Contohnya ada Ilona Andrews. Karyanya Kate Daniels diterbitkan secara mayor, tapi mereka juga punya karya self publish, yaitu Inn Keeper. Banyak juga sih pengarang hybrid gini.
Menurutku kalau di luar, pengarang self publish sudah dapat banyak perhatian, karena peran sosmednya bagus (sehingga berdampak pada marketing yang oke juga), minat bacanya bagus, dan pembaca di Amrik kan sudah biasa baca e-book. Ngga kayak di Indonesia, dimana ada pernyataan kalau baca ebook itu dianggap tidak baca buku *like seriously

* Untuk Indonesia sendiri, masih berbenah sebenarnya. Aku lihat ada potensi, tinggal bagaimana potensi yang ada dikembangkan. Kekhawatiran self-published book memang ada di kualitas tidak sebanding harga, ada kekhawatiran isi buku kurang diedit atau bagaimana dan ini wajar aja sih. PR buat penulis self-publish untuk lebih mengutamakan editing yang baik.
richoiko wrote:buku selfpub itu emang suka-suka penulisnya ya kayaknya mau pasang harga berapa. kalau dr penerbit besar kan pasti ada itung2an yg jelas.. imho

Harga self-publish mahal bukan lantas suka - suka penulisnya. Sama seperti penerbit besar, ada hitungan juga. Bedanya, dari penerbit besar ada subsidi, mesin cetak pun mereka ada budget sekian untuk cetak sekian. Dan tahu sendiri penerbit besar kalau nyetak langsung ribuan kan? Coba dibayangkan self-publish mau cetak segitu? Yang ada tekor duluan.
Mahal disini juga dalam artian karena diterbitkan dalam bentuk fisik. Jika dalam bentuk e-book, setidaknya harga bisa ditekan. Namun seperti yang aku bilang sebelumnya, adanya anggapan/stigma kalau baca e-book dianggap tidak baca buku, maka agak susah berharap menjual dalam bentuk e-book. Walau sekarang aku lihat sepertinya sudah ada beberapa judul self-publish yang beredar dalam bentuk e-book, aku tidak berani berkata jika salesnya lebih bagus/lebih buruk dari versi fisiknya, karena juga tidak punya data untuk itu.